Salam Pergerkan
Rabu, 24 Februari 2021
Selamat Harlah IPNU ke 67, Transformasi Pelajar Untuk Peradaban Bangsa
Selasa, 23 Februari 2021
ANALISIS BIAYA PRODUKSI TERHADAP UMKM TEMPE
Sumber: id.wikipedia.org |
ANALISIS BIAYA PRODUKSI TERHADAP
UMKM TEMPE
(Studi
Kasus Usaha Pak Harno Tambakromo Pati)
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Salatiga
Elsyana
Angelyta, Nailis Safaah, Fifi Amylia Yahya
Elsyana.angelyta@yahoo.comNailissafaah@gmail.comFifiamylia23@gmail.com
ABSTRACT
Production
is the main spearhead in an industry, companies must analyze the problems that
occur and make improvements in quality, and regulate the cost of producing a
product to be able to compete in the market.
Production costs become a benchmark in determining the price of a
commodity, both in companies and other industries such as MSMEs (Micro, Small
and Medium Enterprises) which are industries engaged in the household
sector. This study aims to determine the
total production costs incurred in the production process and the revenue obtained
by the owner. By using a descriptive
qualitative analysis research method that uses secondary data by conducting
observations, interviews, and documentation to obtain information about company
profiles, business activities, production processes and costs incurred in
making products. From the results of the
study, one of the tempe industries in Tambakromo, Pati spent a month to produce
tempe in the amount of Rp 11,620,000 with a profit of Rp 6,380,000.
(Keywords: MSMEs, production costs, profits).
ABSTRAK
Produksi merupakan tombak
utama dalam sebuah perindustrian, perusahaan harus menganalisis permasalahan
yang terjadi dan melakukan perbaikan mutu, serta mengatur biaya produksi suatu
produk agar mampu bersaing di pasaran. Biaya produksi menjadi patokan dalam penentuan
harga suatu komoditas, baik dalam perusahaan maupun industri lain seperti UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang merupakan industri yang bergerak pada
sektor rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total biaya produksi yang
dikeluarkan dalam proses produksi dan penerimaan yang diperoleh oleh pemilik. Dengan menggunakan metode penelitian analisis
deskriptif kualitatif yang menggunakan data sekunder dengan melakukan observasi,
wawancara, dan dokumentasi untuk memperoleh informasi mengenai profil perusahaan, kegiatan usaha,
proses produksi dan biaya-biaya yang terjadi dalam pembuatan produk. Dari hasil penelitian, salah satu industri
tempe di Tambakromo, Pati mengeluarkan
biaya untuk memproduksi tempe dalam sebulan sebesar Rp 11.620.000 dengan
keuntungan Rp 6.380.000.
(Kata Kunci: UMKM,
biaya produksi, keuntungan).
PENDAHULUAN
Dalam membangun sebuah industri, tentunya harus disertai
perencanaan
yang matang dan disertai
usaha yang maksimal
supaya mencapai titik kesuksesan. Namun, tidak dapat dipungkiri jika dalam
menjalankannya,
terdapat banyak permasalahan yang harus dihadapi oleh produsen, salah satunya di bidang produksi.
Telah diketahui bersama bahwa produksi menjadi tombak utama dalam sebuah
perindustrian, apabila bidang produksi bermasalah akan memberikan dampak
terhadap bidang pemasaran
yang lain. Oleh sebab itu, perusahaan harus
menganalisis permasalahan yang terjadi dan melakukan perbaikan mutu, serta
mengatur biaya produksi suatu produk agar mampu bersaing di pasaran. Biaya
produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen dalam proses produksi
untuk menghasilkan
komoditas tertentu (Multifiah, 2011). Biaya produksi menjadi patokan dalam
penentuan harga suatu komoditas, baik dalam perusahaan maupun industri lain
seperti UMKM (Usaha mikro kecil dan menengah) yang merupakan industri yang
bergerak pada sektor rumah tangga dan membutuhkan perencanaan produksi yang
baik agar usaha yang dirintis dapat berkembang dengan baik.
Penelitian ini membahas tentang hasil penelitian
terhadap industri tempe. Azizah (2020) menjelaskan bahwa tempe memiliki banyak
manfaat diantaranya, mencegah osteoporosis, menurunkan kolestrol, meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, mencegah kanker, serta manfaat lainnya.
Makanan dengan bahan baku kedelai tersebut memiliki
harga yang relatif murah dan cocok sebagai pengganti daging. Dengan harga yang
terjangkau tempe dapat menguasai pasar-pasar di Indonesia khususnya pasar
tradisional. Bahkan saat ini tempe sudah banyak masuk ke pangsa pasar dunia.
Masyarakat luar negeri menyebutnya sebagai 'Magic Food' karena cita
rasanya yang sederhana. Banyak negara di dunia memproduksi makanan yang terbuat
dari kedelai dan di fermentasi (Rhizopus
Oryzae) tersebut, diantaranya Asia-pasifik, Australi, Eropa, bahkan Amerika
dengan mematok nilai jual yang cukup fantastis kisaran 4 sampai 8 Euro
(Fauziah, 2018).
Namun tidak dapat dipungkiri, tempe memiliki kekurangan
dalam hal ketahanan karena tidak menggunakan bahan pengawet, sehingga tempe
hanya bertahan hingga kurun waktu tiga hari di luar ruangan, dan bertahan satu
minggu jika diletakkan di almari pendingin (Ardhi, 2019).
Mengaca dari famous nya makanan khas Indonesia
tersebut di kancah internasional dapat mengangkat brand Indonesia di mata
dunia. Oleh sebab itu, sebagai warga lokal harus dapat mempertahakannya. Dalam
penelitian ini, penulis meneliti salah satu UMKM yang bergerak dalam industri
tempe yang didirikan oleh Bapak Harno dan berlokasi di Tambakromo, Pati, Jawa
Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total biaya produksi yang
dikeluarkan dalam proses produksi tempe. Selain itu, penelitian ini juga
menghitung keuntungan yang diperoleh beliau. Tempe biasa diasumsikan sebagai
makanan yang merakyat karena harganya yang terjangkau dan memiliki gizi yang
tinggi. Oleh sebab itu, industri tempe menjadi salah usaha yang cukup
menjanjikan.
LANDASAN
TEORI
Pengertian
Biaya Produksi
Menurut Mulyadi (2013), biaya ialah suatu pengorbanan
dalam ekonomi dan diukur dalam unit of money, baik yang telah terjadi
ataupunakan terjadi. Sedangkan produksi
menurut artikel yang ditulis oleh Jannah (2018) ialah suatu kegiatan memproses
dan merubah bahan baku menjadi bahan jadi. Sulistiawan (2011) menyimpulkan bahwa
biaya produksi adalah jumlah biaya barang yang terjual selama periode tahun
berjalan. Biaya produksi dikatakan efisien apabila expenses no prodigal and
produce of good quality, sehingga diperlukan perencanaan dan usaha yang
sistematis (Hidayat, 2013).
Unsur
Biaya Produksi
Samryn (2012) dalam bukunya menjelaskan bahwa biaya
produksi terdiri dari 3 unsur:
1. Biaya
bahan baku langsung, terdiri dari bahan-bahan baku yang menjadi komponen hasil
produksi
2. Biaya
tenaga kerja langsung (touched labor), biaya-biaya yang dibayarkan
kepada pegawai secara langsung dalam proses produksi.
3. Biaya
overhead pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan selain biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung.
Macam-macam
Biaya Produksi
Sulistiyono et al (2018) memaparkan bahwa macam-macam
biaya produksi ialah sebagai berikut:
1. Biaya
Tetap (Total Fixed Cost/TFC) yaitu biaya yang jumlahnya tidak tergantung
pada unit produksi.
2. Biaya
Variabel (Total Variabel Cost/TVC) yaitu biaya yang jumlahnya tergantung
pada unit produksi.
TINJAUAN
PUSTAKA
Dalam penelitiannya, Muktiadji dan Soemantri (2017) menganalisis pengaruh biaya produksi
terhadap kemampulabaan (Profitabilitas) di PT HM Sampoerna Tbk dengan analisis
rasio Gross Profit Margin untuk menghitung laba yang diperoleh.
Hasilnya, biaya produksi memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat
penjualan dan profitabilitas. Artinya, besarnya biaya yang dikeluarkan dalam
memproduksi suatu komoditas menjadi alat ukur dalam perhitungan laba yang akan
diterima.
Haas et al (2006) dalam penelitiannya mengenai model
perkiraan biaya produksi dalam biodesel, di mana ia merancangprocess
simulation software, current reagen, equipment and supply costs. Hasilnya,
minyak kedelai mentah menjadi bahan baku utama dalam biodesel sebesar 88% dari
total perkiraan biaya produksi, kemudian peralatan menyumbang sepertiga dari
akumulasi.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan terhadap usaha Tempe Pak
Harno yang merupakan salah satu UMKM yang berlokasi di Kecamatan Tambakromo
Kabupaten Pati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen yang
berkaitan dengan proses produksi, yaitu biaya produksi dan harga pokok produksi
keuntungan yang diperoleh beliau. Penilitian ini menggunakan metode analisis deskriptif
kualitatif berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui
observasi secara langsung dengan melalui proses wawancara. Wawancara adalah
proses tanya jawab dengan narasumber dan bertujuan untuk memperoleh informasi
berupa penjelasan, pendapat, dan fakta tentang permasalahan yang dibahas
(Untoro, 2010). Informasi yang didapat dari wawancara di analisis kemudian
dideskripsikan untuk mengambil kesimpulan dari data yang telah dipaparkan
(Ramli, 2009). Responden atau narasumber dalam penelitian ini adalah Bapak
Harno selaku pemilik usaha tempe. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
berbagai literatur berupa buku, jurnal, dan internet.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Industri tempe ini merupakan industri perseorangan
yang dimiliki Bapak Harno. Industri tersebut didirikan beliau pada bulan
Februari 2001 dengan modal sendiri. Awal mulanya, harga kedelai pada saat ini
turun drastis, akibatnya banyak kedelai yang busuk dengan sendirinya. Pak Harno
berfikir bahwa kedelai tersebut alangkah lebih baik diolah menjadi makanan yang
menyehatkan yaitu tempe. Berbekal pengetahuan yang terbatas, Pak Harno
memproduksi tempe dengan jumlah sedikit dan di pasarkan ke tetangga sekitar
rumah. Tempe beliau kurang laku di pasaran karena hasilnya kurang memuaskan dan
tersaingi oleh tempe yang sudah memiliki pangsa di pasaran. Namun, beliau dan
istrinya tetap semangat dan terus mencoba dengan belajar dari pembuat tempe
yang lain. Pada akhir Maret, usaha Pak Harno menuai hasil dan ditandai dengan
meningkatkatnya jumlah pesanan tempe dari kalangan pedagang ecer.
Pada bulan April 2001, Pak Harno mulai memasarkan
tempenya di pasar-pasar sekitar Tambakromo. Hasilnya, konsumen menyukai tempe
buatan Pak Harno dan membelinya dengan jumlah banyak. Lambat laun usaha beliau
pun banyak dikenal masyarakat dan semakin maju. Banyak masyarakat membeli tempe
beliau untuk dikonsumsi sehari-hari maupun dijual kembali, Sehingga Pak Harno
dan istrinya kewalahan dalam memproduksi pesanan dengan jumlah banyak tiap
harinya. Oleh sebab itu, beliau mempekerjakan empat karyawan yang terdiri dari
tiga perempuan dan satu laki-laki. Karyawan perempuan beroperasi dalam bidang
produksi, sedangkan karyawan laki-laki beroperasi dalam bidang pemasaran dengan
upah 30.000 setiap hari kerja.
Produksi dan Pemasaran
Seperti yang dijelaskan diatas, UMKM milik Bapak Harno
bergerak dalam industri pengolahan kedelai menjadi tempe. Dalam sekali
produksi, beliau menghabiskan sekitar 30 kilogram kedelai dengan enam kali
produksi dalam seminggu dan diperkirakan menghabiskan sekitar 180 kilogram
kedelai untuk di produksi menjadi tempe setiap minggunya. Setiap kali produksi
biasanya menghasilkan 250 bungkus tempe dengan harga Rp 3.000 per bungkusnya.
Umumnya permintaan tempe melonjak tajam ketika bulan-bulan penting seperti bulan
Sya'ban, Syawal, dan Dzulhijjah di mana masyarakat menyelenggarakan banyak
hajatan.
Untuk
proses pembuatannya relatif mudah yaitu:
1. Cuci
kedelai dengan air bersih, sampai kotoran hilang.
2. Siapkan
air dalam panci yang akan di gunakan untuk merebus kedelai, kemudian rebus
kedelai sampai matang kurang lebih 1-3 jam sampai kedelai agak lunak. Rebus
kedelai menggunakan kayu bakar agar api besar.
3. Tiriskan
air dan kedelai setelah di rebus, gunakan kain yang bisa menyerap air dengan
baik (Handuk), pisahkan kulit kedelai dengan cara di remas.
4. Cuci
kembali kedelai dengan air bersih, agar kedelai terbebas dari kotoran.
5. Letakkan
kedelai di dalam wadah kering (baskom).
6. Campurkan
kedelai dengan ragi tape, aduk sampai merata. Setelah tercampur rata, bungkus
kedelai menggunakan plastik, dan berikan celah untuk sirkulasi udara, dengan
cara bungkusan kedelai tersebut di tusuk-tusuk dengan lidi.
7. Proses
terakhir adalah pengeraman, kedelai yang sudah terbungkus di simpan di dalam
suhu ruangan selama kurang lebih 24 jam
dan tempe siap di pasarkan.
Tempe hasil produksi Pak Harno dipasarkan ke beberapa
pasar terdekat (pasar Tambakromo, pasar Winong, pasar Gabus, pasar Kayen).
Mayoritas pembeli tempe tersebut adalah pedagang yang kemudian menjualnya lagi
dalam bentuk ecer atau diolah menjadi makanan. Selain itu, Pak Harno juga
menjadi suplier tempe di beberapa rumah makan baik rumah makan padang maupun
restoran di sekitarnya.
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah seluruh pengeluaran atau biaya
yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang. Biaya produksi terdiri dari
biaya eksplisit (exsplisit cost) yaitu biaya yang benar-benar
dikeluarkan produsen untuk proses produksinya, misalnya bahan baku, mesin,
tenaga kerja, kemudian biaya implisit (implicit cost) yaitu biaya
sebagai bentuk pengorbanan bahwa produsen telah membeli sumber daya tertentu
tanpa membeli sumber daya yang lain misalnya keahlian dan keterampilan.
Biaya
Tetap (Fixed Cost)
No. |
Nama
barang |
Harga
satuan |
Jumlah
barang |
Jumlah |
1. |
Sendok |
Rp
2.000 |
20 |
Rp
40.000 |
2. |
Kayu
bakar |
Rp
20.000 |
10 |
Rp
200.000 |
3. |
Panci
besar |
Rp
70.000 |
4 |
Rp
280.000 |
4. |
Centong |
Rp
5.000 |
6 |
Rp
30.000 |
5. |
Kain
handuk |
Rp
40.000 |
4 |
Rp
160.000 |
6. |
Baskom |
Rp
15.000 |
6 |
Rp
90.000 |
7. |
Biaya
transportasi |
Rp
100.000 |
0 |
Rp
100.000 |
8. |
Kipas
angin |
Rp
250.000 |
2 |
Rp
500.000 |
9. |
Listrik |
Rp
100.000 |
0 |
Rp
100.000 |
10. |
Penyusutan |
Rp
60.000 |
0 |
Rp
60.000 |
11. |
Gaji
Karyawan |
Rp
30.000 x 4 orang |
24 |
Rp
2.880.000 |
|
Lain-lain |
Rp
50.000 |
0 |
Rp
50.000 |
|
Total
Fixed Cost |
|
|
Rp
4.490.000 |
Biaya
Variabel (Variable Cost)
No. |
Nama
Bahan |
Harga
satuan |
Jumlah
barang |
Jumlah |
1. |
Kedelai |
Rp
9.000/kg |
180 x 4 = 720 |
Rp
6.480.000 |
2. |
Ragi |
Rp
15.000 |
30 |
Rp
450.000 |
3. |
Kantong
Plastik |
Rp
8.000 |
25 |
Rp
200.000 |
|
Total
Variable Cost |
|
|
Rp
7.130.000 |
Biaya
Total (Total Cost)
TC
= TFC + TVC |
Total
Cost (TC) =Fixed Cost (TFC) + Variabel Cost (TVC)
=
Rp 4.490.000 + Rp 7.130.000
=
Rp 11.620.000 (per bulan).
Harga Pokok Produksi
Harga Pokok Produksi adalah nilai suatu pengorbanan
yang dilakukan dalam proses produksi berdasakan nilai ganti saat pertukaran
(Manalu, 2018) dengan membagi formulasi total biaya produksi dengan volume
produksi.
Harga
Pokok Produksi :
Harga Pokok Produksi =
Biaya Total : Volume Produksi |
Harga
Pokok Produksi = Biaya Total : Volume Produksi
=
Rp 11.620.000 : 6.000
=
Rp 1.936 (per unit produksi).
Penerimaan
dan Keuntungan
No. |
Penjualan |
Harga
satuan |
Jumlah
barang |
Penerimaan |
1. |
Minggu
pertama |
Rp
3.000 |
1.500 |
Rp
4.500.000 |
2. |
Minggu
kedua |
Rp
3.000 |
1.500 |
Rp
4.500.000 |
3. |
Minggu
ketiga |
Rp
3.000 |
1.500 |
Rp
4.500.000 |
4. |
Minggu
keempat |
Rp
3.000 |
1.500 |
Rp
4.500.000 |
|
Total
penerimaan sebulan |
|
|
Rp
18.000.000 |
Laba
per unit
Laba
per unit diperoleh dari harga jual per unit dikurangi biaya produksi per unir.
Laba
(unit) = Rp 3.000 – Rp 1.936
=
Rp 1.064
Laba
total
Laba total diperoleh dengan membagi total penerimaan (Total
Renevue (TR)) dengan total biaya (Total
Cost (TC)) yang telah di keluarkan, dapat dihitung menggunakan rumus:
Laba Total = TR – TC |
Laba
total =Total Revenue (TR) – Total Cost (TC)
=
Rp 18.000.000 – Rp 11.620.000
= Rp 6.380.000 per bulan.
PENUTUP
- Kesimpulan
Industri yang
didirikan pada tahun 2001 dan berlokasi di Tambakromo, Pati dibangun dan
dikelola oleh Bapak Harno. Industri tersebut mengolah barang kedelai menjadi
tempe. Berdasarkan dari
hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, usaha tempe milik Bapak Harno memproduksi
tempe sekitar 6.000 biji setiap bulannya dengan biaya tetap total (total fixed cost) sebesar Rp. 4.490.000,
biya variabel total (total variable cost) dengan biaya total (total
cost) Rp 11.620.000. Dengan sejumlah biaya yang di keluarkan tersebut,
dalam sebulan Pak Harno menerima hasil penjualan sebesar Rp 18.000.000 dengan
keuntungan tau laba Rp 6.380.000.
- Saran
Tempe merupakan salah satu jenis makanan yang murah
dan menyehatkan. Oleh sebab itu, saat ini tempe mampu menguasai pasar dalam
negeri. Kini penggemarnya pun bukan masyarakat lokal saja, melainkan masyarakat
luar negeri. Dengan demikian, persaingan dalam pasar semakin ketat. Jika
penjual tidak mampu meningkatkan kualitas tempenya akan mudah kehilangan
pasarnya. Begitu pula dengan usaha Tempe Pak Harno, di kawasan Tambakromo
terdapat banyak penjual tempe yang mengharuskan beliau bersaing dengan lainnya.
Di sini penulis mengusulkan adanya diferensiasi produk dengan memberikan
keunikan pada kemasan tempe, contohnya di beri logo, gambar yang unik, dan
menuliskan beberapa manfaat mengonsumsi tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhi, Riyadh. 2019. Peluang Usaha Pembuatan Tahu Tempe dengan Kedelai dan Jamur. (https://peminjam.com/peluang-usaha-pembuatan-tahu-tempe/amp/),
diakses pada tanggal 30 Maret 2020.
Azizah, Kurnia. 2020. 12 Manfaat Tempe Bagi
Kesehatan, Makanan Murah dengan Khasiat Mahal. (https://m.merdeka.com/trending/12-manfaat-tempe-bagi-kesehatan-makanan-murah-dengan-khasiat-mahal-kln.html). Diakses pada tanggal 01 Juni 2020.
Fauziah, Syifa. 2018. Cerita Kehebatan Tempe,
Mendunia dan Disebut Sebagai 'Magic Food'. (https://m.brilio.net/brilicious/hits/cerita/kehidupan-tempe-mendunia-dan-disebut-sebagai-magic-food-1811293.html) Diakses pada tanggal 29
Juni 2020.
Haas, J,M. Andrew, J. Et al. 2006. Process Model to
Estimate Biodiesel Production Costs. Wyndmoor USA: Elsevier. 97 671-678.
Hidayat, Lukman. 2013. Production Cost and
Compeny's Profitability. Bogor: JIMKES STIE Kesatuan. Vol.1 No.2.
Jannah, Mukhlisotul. 2018. Analisis Pengaruh Biaya Produksi dan Tingkat Penjualan TehadapLaba
Kotor. Banten: BanqueSyar’i. Vol.4 No. 1.
Manalu, Sahala. Poluan, J.S. 2018. Cara Akurat
Menyusun Penganggaran Perusahaan Manufaktur. Malang: CV Seribu Bintang.
Muktiadji, N., Soemantri, S. 2009. Analisis
Pengaruh Biaya Produksi dalam Peningkatan Kemampulabaan Perusahaan. Bogor:
JIMKES STIE Kesatuan. No.1 Vol.11.
Multifiah. 2011. Teori
Ekonomi Mikro. Malang: UB Press.
Mulyadi. 2013. Akuntansi Biaya Ed-5.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Ramli. 2009. Analisis Biaya Produksi dan Titik
Impas Pengolahan Ikan Salai Patin. Pekanbaru: Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Vol.14 No.1.
Samryn, L.M. 2012. Akuntansi Manajemen Informasi
Biaya untuk Mengendalikan Aktivitas Operasi dan Investasi ed-1. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sulistiawan, D. Dkk. 2011. Creative Accounting:
Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Sulistyono, R. Dkk. 2018. Top One SBMPTN Soshum
2019. Jakarta Selatan: PT Bintang Wahyu.
Untoro, Joko. 2010. Buku Pintar Pelajaran.
Jakarta: PT Wahyu Media. Cet ke-1.
PMII KOTA SALATIGA, KOMISARIAT DJOKO TINGKIR, RAYON MATORI ABDUL DJALIL (MAD) GELAR DOA BERSAMA BAGI KORBAN LAKA DI EXIT TOL BAWEN
Ahad (24/09/2023) pukul 13.00 Rayon Matori Abdul Djalil (MAD) menggelar doa bersama atas musibah yang menimpa korban pada Laka Exit Tol Bawe...
-
Ahad (24/09/2023) pukul 13.00 Rayon Matori Abdul Djalil (MAD) menggelar doa bersama atas musibah yang menimpa korban pada Laka Exit Tol Bawe...
-
kontributor: Dokumentasi MAPABA sahabatmad.com, Salatiga-Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, karena Covid-19. Rayon Matori Abdul ...
-
Rabu, 24 Februari 2021 . Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), genap berusia 67 tahun. Harlah kali ini IPNU mengusung tema "Transforma...