Salam Pergerkan

Selasa, 23 Februari 2021

ANALISIS BIAYA PRODUKSI TERHADAP UMKM TEMPE

 

Sumber: id.wikipedia.org

ANALISIS BIAYA PRODUKSI TERHADAP UMKM TEMPE

(Studi Kasus Usaha Pak Harno Tambakromo Pati)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Salatiga

Elsyana Angelyta, Nailis Safaah, Fifi Amylia Yahya

Elsyana.angelyta@yahoo.comNailissafaah@gmail.comFifiamylia23@gmail.com

ABSTRACT

Production is the main spearhead in an industry, companies must analyze the problems that occur and make improvements in quality, and regulate the cost of producing a product to be able to compete in the market.  Production costs become a benchmark in determining the price of a commodity, both in companies and other industries such as MSMEs (Micro, Small and Medium Enterprises) which are industries engaged in the household sector.  This study aims to determine the total production costs incurred in the production process and the revenue obtained by the owner.  By using a descriptive qualitative analysis research method that uses secondary data by conducting observations, interviews, and documentation to obtain information about company profiles, business activities, production processes and costs incurred in making products.  From the results of the study, one of the tempe industries in Tambakromo, Pati spent a month to produce tempe in the amount of Rp 11,620,000 with a profit of Rp 6,380,000.

 (Keywords: MSMEs, production costs, profits).

ABSTRAK

Produksi merupakan tombak utama dalam sebuah perindustrian, perusahaan harus menganalisis permasalahan yang terjadi dan melakukan perbaikan mutu, serta mengatur biaya produksi suatu produk agar mampu bersaing di pasaran. Biaya produksi menjadi patokan dalam penentuan harga suatu komoditas, baik dalam perusahaan maupun industri lain seperti UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang merupakan industri yang bergerak pada sektor rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total biaya produksi yang dikeluarkan dalam proses produksi dan penerimaan yang diperoleh oleh pemilik. Dengan menggunakan metode penelitian analisis deskriptif kualitatif yang menggunakan data sekunder dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk memperoleh informasi mengenai profil perusahaan, kegiatan usaha, proses produksi dan biaya-biaya yang terjadi dalam pembuatan produk. Dari hasil penelitian, salah satu industri tempe di Tambakromo, Pati  mengeluarkan biaya untuk memproduksi tempe dalam sebulan sebesar Rp 11.620.000 dengan keuntungan Rp 6.380.000.

(Kata Kunci: UMKM, biaya produksi, keuntungan).


PENDAHULUAN

Dalam membangun sebuah industri, tentunya harus disertai perencanaan yang matang dan disertai usaha yang maksimal supaya mencapai titik kesuksesan. Namun, tidak dapat dipungkiri jika dalam menjalankannya, terdapat banyak permasalahan yang harus dihadapi oleh produsen, salah satunya di bidang produksi. Telah diketahui bersama bahwa produksi menjadi tombak utama dalam sebuah perindustrian, apabila bidang produksi bermasalah akan memberikan dampak terhadap bidang pemasaran yang lain. Oleh sebab itu, perusahaan harus menganalisis permasalahan yang terjadi dan melakukan perbaikan mutu, serta mengatur biaya produksi suatu produk agar mampu bersaing di pasaran. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen dalam proses produksi untuk menghasilkan komoditas tertentu (Multifiah, 2011). Biaya produksi menjadi patokan dalam penentuan harga suatu komoditas, baik dalam perusahaan maupun industri lain seperti UMKM (Usaha mikro kecil dan menengah) yang merupakan industri yang bergerak pada sektor rumah tangga dan membutuhkan perencanaan produksi yang baik agar usaha yang dirintis dapat berkembang dengan baik.

Penelitian ini membahas tentang hasil penelitian terhadap industri tempe. Azizah (2020) menjelaskan bahwa tempe memiliki banyak manfaat diantaranya, mencegah osteoporosis, menurunkan kolestrol, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah kanker, serta manfaat lainnya.

Makanan dengan bahan baku kedelai tersebut memiliki harga yang relatif murah dan cocok sebagai pengganti daging. Dengan harga yang terjangkau tempe dapat menguasai pasar-pasar di Indonesia khususnya pasar tradisional. Bahkan saat ini tempe sudah banyak masuk ke pangsa pasar dunia. Masyarakat luar negeri menyebutnya sebagai 'Magic Food' karena cita rasanya yang sederhana. Banyak negara di dunia memproduksi makanan yang terbuat dari kedelai dan di fermentasi (Rhizopus Oryzae) tersebut, diantaranya Asia-pasifik, Australi, Eropa, bahkan Amerika dengan mematok nilai jual yang cukup fantastis kisaran 4 sampai 8 Euro (Fauziah, 2018).

Namun tidak dapat dipungkiri, tempe memiliki kekurangan dalam hal ketahanan karena tidak menggunakan bahan pengawet, sehingga tempe hanya bertahan hingga kurun waktu tiga hari di luar ruangan, dan bertahan satu minggu jika diletakkan di almari pendingin (Ardhi, 2019).

Mengaca dari famous nya makanan khas Indonesia tersebut di kancah internasional dapat mengangkat brand Indonesia di mata dunia. Oleh sebab itu, sebagai warga lokal harus dapat mempertahakannya. Dalam penelitian ini, penulis meneliti salah satu UMKM yang bergerak dalam industri tempe yang didirikan oleh Bapak Harno dan berlokasi di Tambakromo, Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total biaya produksi yang dikeluarkan dalam proses produksi tempe. Selain itu, penelitian ini juga menghitung keuntungan yang diperoleh beliau. Tempe biasa diasumsikan sebagai makanan yang merakyat karena harganya yang terjangkau dan memiliki gizi yang tinggi. Oleh sebab itu, industri tempe menjadi salah usaha yang cukup menjanjikan.

LANDASAN TEORI

Pengertian Biaya Produksi

Menurut Mulyadi (2013), biaya ialah suatu pengorbanan dalam ekonomi dan diukur dalam unit of money, baik yang telah terjadi ataupunakan terjadi. Sedangkan produksi menurut artikel yang ditulis oleh Jannah (2018) ialah suatu kegiatan memproses dan merubah bahan baku menjadi bahan jadi. Sulistiawan (2011) menyimpulkan bahwa biaya produksi adalah jumlah biaya barang yang terjual selama periode tahun berjalan. Biaya produksi dikatakan efisien apabila expenses no prodigal and produce of good quality, sehingga diperlukan perencanaan dan usaha yang sistematis (Hidayat, 2013).

Unsur Biaya Produksi

Samryn (2012) dalam bukunya menjelaskan bahwa biaya produksi terdiri dari 3 unsur:

1.      Biaya bahan baku langsung, terdiri dari bahan-bahan baku yang menjadi komponen hasil produksi

2.      Biaya tenaga kerja langsung (touched labor), biaya-biaya yang dibayarkan kepada pegawai secara langsung dalam proses produksi.

3.      Biaya overhead pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

Macam-macam Biaya Produksi

Sulistiyono et al (2018) memaparkan bahwa macam-macam biaya produksi ialah sebagai berikut:

1.      Biaya Tetap (Total Fixed Cost/TFC) yaitu biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada unit produksi.

2.      Biaya Variabel (Total Variabel Cost/TVC) yaitu biaya yang jumlahnya tergantung pada unit produksi.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitiannya, Muktiadji dan Soemantri  (2017) menganalisis pengaruh biaya produksi terhadap kemampulabaan (Profitabilitas) di PT HM Sampoerna Tbk dengan analisis rasio Gross Profit Margin untuk menghitung laba yang diperoleh. Hasilnya, biaya produksi memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat penjualan dan profitabilitas. Artinya, besarnya biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu komoditas menjadi alat ukur dalam perhitungan laba yang akan diterima.

Haas et al (2006) dalam penelitiannya mengenai model perkiraan biaya produksi dalam biodesel, di mana ia merancangprocess simulation software, current reagen, equipment and supply costs. Hasilnya, minyak kedelai mentah menjadi bahan baku utama dalam biodesel sebesar 88% dari total perkiraan biaya produksi, kemudian peralatan menyumbang sepertiga dari akumulasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap usaha Tempe Pak Harno yang merupakan salah satu UMKM yang berlokasi di Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen yang berkaitan dengan proses produksi, yaitu biaya produksi dan harga pokok produksi keuntungan yang diperoleh beliau. Penilitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi secara langsung dengan melalui proses wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dengan narasumber dan bertujuan untuk memperoleh informasi berupa penjelasan, pendapat, dan fakta tentang permasalahan yang dibahas (Untoro, 2010). Informasi yang didapat dari wawancara di analisis kemudian dideskripsikan untuk mengambil kesimpulan dari data yang telah dipaparkan (Ramli, 2009). Responden atau narasumber dalam penelitian ini adalah Bapak Harno selaku pemilik usaha tempe. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur berupa buku, jurnal, dan internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Industri tempe ini merupakan industri perseorangan yang dimiliki Bapak Harno. Industri tersebut didirikan beliau pada bulan Februari 2001 dengan modal sendiri. Awal mulanya, harga kedelai pada saat ini turun drastis, akibatnya banyak kedelai yang busuk dengan sendirinya. Pak Harno berfikir bahwa kedelai tersebut alangkah lebih baik diolah menjadi makanan yang menyehatkan yaitu tempe. Berbekal pengetahuan yang terbatas, Pak Harno memproduksi tempe dengan jumlah sedikit dan di pasarkan ke tetangga sekitar rumah. Tempe beliau kurang laku di pasaran karena hasilnya kurang memuaskan dan tersaingi oleh tempe yang sudah memiliki pangsa di pasaran. Namun, beliau dan istrinya tetap semangat dan terus mencoba dengan belajar dari pembuat tempe yang lain. Pada akhir Maret, usaha Pak Harno menuai hasil dan ditandai dengan meningkatkatnya jumlah pesanan tempe dari kalangan pedagang ecer.

Pada bulan April 2001, Pak Harno mulai memasarkan tempenya di pasar-pasar sekitar Tambakromo. Hasilnya, konsumen menyukai tempe buatan Pak Harno dan membelinya dengan jumlah banyak. Lambat laun usaha beliau pun banyak dikenal masyarakat dan semakin maju. Banyak masyarakat membeli tempe beliau untuk dikonsumsi sehari-hari maupun dijual kembali, Sehingga Pak Harno dan istrinya kewalahan dalam memproduksi pesanan dengan jumlah banyak tiap harinya. Oleh sebab itu, beliau mempekerjakan empat karyawan yang terdiri dari tiga perempuan dan satu laki-laki. Karyawan perempuan beroperasi dalam bidang produksi, sedangkan karyawan laki-laki beroperasi dalam bidang pemasaran dengan upah 30.000 setiap hari kerja.

Produksi dan Pemasaran

Seperti yang dijelaskan diatas, UMKM milik Bapak Harno bergerak dalam industri pengolahan kedelai menjadi tempe. Dalam sekali produksi, beliau menghabiskan sekitar 30 kilogram kedelai dengan enam kali produksi dalam seminggu dan diperkirakan menghabiskan sekitar 180 kilogram kedelai untuk di produksi menjadi tempe setiap minggunya. Setiap kali produksi biasanya menghasilkan 250 bungkus tempe dengan harga Rp 3.000 per bungkusnya. Umumnya permintaan tempe melonjak tajam ketika bulan-bulan penting seperti bulan Sya'ban, Syawal, dan Dzulhijjah di mana masyarakat menyelenggarakan banyak hajatan.

Untuk proses pembuatannya relatif mudah yaitu:

1.      Cuci kedelai dengan air bersih, sampai kotoran hilang.

2.      Siapkan air dalam panci yang akan di gunakan untuk merebus kedelai, kemudian rebus kedelai sampai matang kurang lebih 1-3 jam sampai kedelai agak lunak. Rebus kedelai menggunakan kayu bakar agar api besar.

3.      Tiriskan air dan kedelai setelah di rebus, gunakan kain yang bisa menyerap air dengan baik (Handuk), pisahkan kulit kedelai dengan cara di remas.

4.      Cuci kembali kedelai dengan air bersih, agar kedelai terbebas dari kotoran.

5.      Letakkan kedelai di dalam wadah kering (baskom).

6.      Campurkan kedelai dengan ragi tape, aduk sampai merata. Setelah tercampur rata, bungkus kedelai menggunakan plastik, dan berikan celah untuk sirkulasi udara, dengan cara bungkusan kedelai tersebut di tusuk-tusuk dengan lidi.

7.      Proses terakhir adalah pengeraman, kedelai yang sudah terbungkus di simpan di dalam suhu ruangan  selama kurang lebih 24 jam dan tempe siap di pasarkan.

Tempe hasil produksi Pak Harno dipasarkan ke beberapa pasar terdekat (pasar Tambakromo, pasar Winong, pasar Gabus, pasar Kayen). Mayoritas pembeli tempe tersebut adalah pedagang yang kemudian menjualnya lagi dalam bentuk ecer atau diolah menjadi makanan. Selain itu, Pak Harno juga menjadi suplier tempe di beberapa rumah makan baik rumah makan padang maupun restoran di sekitarnya.

Biaya Produksi

Biaya produksi adalah seluruh pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang. Biaya produksi terdiri dari biaya eksplisit (exsplisit cost) yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan produsen untuk proses produksinya, misalnya bahan baku, mesin, tenaga kerja, kemudian biaya implisit (implicit cost) yaitu biaya sebagai bentuk pengorbanan bahwa produsen telah membeli sumber daya tertentu tanpa membeli sumber daya yang lain misalnya keahlian dan keterampilan.


 

Biaya Tetap (Fixed Cost)


No.

Nama barang

Harga satuan

Jumlah barang

Jumlah

1.

Sendok

Rp 2.000

20

Rp 40.000

2.

Kayu bakar

Rp 20.000

10

Rp 200.000

3.

Panci besar

Rp 70.000

4

Rp 280.000

4.

Centong

Rp 5.000

6

Rp 30.000

5.

Kain handuk

Rp 40.000

4

Rp 160.000

6.

Baskom

Rp 15.000

6

Rp 90.000

7.

Biaya transportasi

Rp 100.000

0

Rp 100.000

8.

Kipas angin

Rp 250.000

2

Rp 500.000

9.

Listrik

Rp 100.000

0

Rp 100.000

10.

Penyusutan

Rp 60.000

0

Rp 60.000

11.

Gaji Karyawan

Rp 30.000 x 4 orang

 

24

Rp 2.880.000

 

Lain-lain

Rp 50.000

0

Rp 50.000

 

Total Fixed Cost

 

 

Rp 4.490.000


 

 


Biaya Variabel (Variable Cost)

No.

Nama Bahan

Harga satuan

Jumlah barang

Jumlah

1.

Kedelai

Rp 9.000/kg

180  x 4 = 720

Rp 6.480.000

2.

Ragi

Rp 15.000

30

Rp 450.000

3.

Kantong Plastik

Rp 8.000

25

Rp 200.000

 

Total Variable Cost

 

 

Rp 7.130.000

 


Biaya Total (Total Cost)

TC = TFC + TVC

 

Total Cost (TC) =Fixed Cost (TFC) + Variabel Cost (TVC)

= Rp 4.490.000 + Rp 7.130.000

= Rp 11.620.000 (per bulan).

Harga Pokok Produksi

Harga Pokok Produksi adalah nilai suatu pengorbanan yang dilakukan dalam proses produksi berdasakan nilai ganti saat pertukaran (Manalu, 2018) dengan membagi formulasi total biaya produksi dengan volume produksi.

Harga Pokok Produksi :

Harga Pokok Produksi = Biaya Total : Volume Produksi

 

Harga Pokok Produksi = Biaya Total : Volume Produksi

= Rp 11.620.000 : 6.000

= Rp 1.936 (per unit produksi).

 

 

 


Penerimaan dan Keuntungan

No.

Penjualan

Harga satuan

Jumlah barang

Penerimaan

1.

Minggu pertama

Rp 3.000

1.500

Rp 4.500.000

2.

Minggu kedua

Rp 3.000

1.500

Rp 4.500.000

3.

Minggu ketiga

Rp 3.000

1.500

Rp 4.500.000

4.

Minggu keempat

Rp 3.000

1.500

Rp 4.500.000

 

Total penerimaan sebulan

 

 

Rp 18.000.000


 

Laba per unit

Laba per unit diperoleh dari harga jual per unit dikurangi biaya produksi per unir.

Laba (unit) = Rp 3.000 – Rp 1.936

 

= Rp 1.064

 

 

 

Laba total

Laba total diperoleh dengan membagi total penerimaan (Total Renevue (TR))  dengan total biaya (Total Cost (TC)) yang telah di keluarkan, dapat dihitung menggunakan rumus:

Laba Total = TR – TC

 

 

Laba total =Total Revenue (TR) – Total Cost (TC)

= Rp 18.000.000 – Rp 11.620.000

 = Rp 6.380.000 per bulan.

PENUTUP

  1. Kesimpulan

 Industri yang didirikan pada tahun 2001 dan berlokasi di Tambakromo, Pati dibangun dan dikelola oleh Bapak Harno. Industri tersebut mengolah barang kedelai menjadi tempe. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, usaha tempe milik Bapak Harno memproduksi tempe sekitar 6.000 biji setiap bulannya dengan biaya tetap total (total fixed cost) sebesar Rp. 4.490.000, biya variabel total (total variable cost) dengan biaya total (total cost) Rp 11.620.000. Dengan sejumlah biaya yang di keluarkan tersebut, dalam sebulan Pak Harno menerima hasil penjualan sebesar Rp 18.000.000 dengan keuntungan tau laba Rp 6.380.000.

  1. Saran

Tempe merupakan salah satu jenis makanan yang murah dan menyehatkan. Oleh sebab itu, saat ini tempe mampu menguasai pasar dalam negeri. Kini penggemarnya pun bukan masyarakat lokal saja, melainkan masyarakat luar negeri. Dengan demikian, persaingan dalam pasar semakin ketat. Jika penjual tidak mampu meningkatkan kualitas tempenya akan mudah kehilangan pasarnya. Begitu pula dengan usaha Tempe Pak Harno, di kawasan Tambakromo terdapat banyak penjual tempe yang mengharuskan beliau bersaing dengan lainnya. Di sini penulis mengusulkan adanya diferensiasi produk dengan memberikan keunikan pada kemasan tempe, contohnya di beri logo, gambar yang unik, dan menuliskan beberapa manfaat mengonsumsi tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhi, Riyadh. 2019. Peluang Usaha Pembuatan Tahu Tempe dengan Kedelai dan Jamur. (https://peminjam.com/peluang-usaha-pembuatan-tahu-tempe/amp/), diakses pada tanggal 30 Maret 2020.

Azizah, Kurnia. 2020. 12 Manfaat Tempe Bagi Kesehatan, Makanan Murah dengan Khasiat Mahal. (https://m.merdeka.com/trending/12-manfaat-tempe-bagi-kesehatan-makanan-murah-dengan-khasiat-mahal-kln.html).  Diakses pada tanggal 01 Juni 2020.

Fauziah, Syifa. 2018. Cerita Kehebatan Tempe, Mendunia dan Disebut Sebagai 'Magic Food'. (https://m.brilio.net/brilicious/hits/cerita/kehidupan-tempe-mendunia-dan-disebut-sebagai-magic-food-1811293.html) Diakses pada tanggal 29 Juni 2020.

Haas, J,M. Andrew, J. Et al. 2006. Process Model to Estimate Biodiesel Production Costs. Wyndmoor USA: Elsevier. 97 671-678.

Hidayat, Lukman. 2013. Production Cost and Compeny's Profitability. Bogor: JIMKES STIE Kesatuan. Vol.1 No.2.

Jannah, Mukhlisotul. 2018. Analisis Pengaruh Biaya Produksi dan Tingkat Penjualan TehadapLaba Kotor. Banten: BanqueSyar’i. Vol.4 No. 1.

Manalu, Sahala. Poluan, J.S. 2018. Cara Akurat Menyusun Penganggaran Perusahaan Manufaktur. Malang: CV Seribu Bintang.

Muktiadji, N., Soemantri, S. 2009. Analisis Pengaruh Biaya Produksi dalam Peningkatan Kemampulabaan Perusahaan. Bogor: JIMKES STIE Kesatuan. No.1 Vol.11.

Multifiah. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Malang: UB Press.

Mulyadi. 2013. Akuntansi Biaya Ed-5. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Ramli. 2009. Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas Pengolahan Ikan Salai Patin. Pekanbaru: Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.14 No.1.

Samryn, L.M. 2012. Akuntansi Manajemen Informasi Biaya untuk Mengendalikan Aktivitas Operasi dan Investasi ed-1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sulistiawan, D. Dkk. 2011. Creative Accounting: Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

Sulistyono, R. Dkk. 2018. Top One SBMPTN Soshum 2019. Jakarta Selatan: PT Bintang Wahyu.

Untoro, Joko. 2010. Buku Pintar Pelajaran. Jakarta: PT Wahyu Media. Cet ke-1.

 

Tidak ada komentar:

PMII KOTA SALATIGA, KOMISARIAT DJOKO TINGKIR, RAYON MATORI ABDUL DJALIL (MAD) GELAR DOA BERSAMA BAGI KORBAN LAKA DI EXIT TOL BAWEN

Ahad (24/09/2023) pukul 13.00 Rayon Matori Abdul Djalil (MAD) menggelar doa bersama atas musibah yang menimpa korban pada Laka Exit Tol Bawe...