Salam Pergerkan

Minggu, 02 Mei 2021

Siapa Suruh Sekolah


gambar: Kompas.com


Masihkah ingat dengan cerita sepuluh anak miskin dari belitung dalam novel laskar pelangi?

ya Ikal dan kawan-kawanya merupakan potret pendidikan di sebagian pelosok negeri ini. Terlahir dalam kondisi serba terbatas tak sedikitpun menyurutkan semangat mereka untuk belajar. Nyatanya novel yang di terjemahkan hampir di seluruh dunia tersebut. Memberikan gambaran kepada khalayak, bahwa di pelosok negeri ini sangat membutuhkan sosok pejuang pendidikan atau guru yang tulus seperti bu muslimah dan pak harfan. Mungkin saja, dari pelosok pelosok negeri itulah akan lahir einstein-einstein baru.

Kisah itu menjadi awal yang menggelitik, sebelum kita membahas hubungan manis antara pendidikan dan kesejahteraan. Sekarang pertanyaanya adalah ada beberapa anak yang harus putus sekolah karena semakin mahalnya biaya pendidikan dan ada berapa anak yang harus mengubur cita-citanya karena memang tidak mampu secara materi, utamanya dipergunakan tinggi, tentu jawaban yang paling pas adalah banyak. Nah itu menjadi bukti betapa manisnya hubungan antara pendidikan dan kesejahteraan dewasa ini. Jika terpisahkan maka akan sangat menyakitkan. Belum lagi, arus perubahan dunia yang sangat deras, menjadi orang ketiga yang mampu membuat hubungan menjadi semakin retak. Artinya arus ini menerpa siapapun yang tidak mampu beradaptasi dan mengenali bentuk kamuflasenya termasuk di dalam pendidikan dan ekosistemnya. Walaupun, dulu Ki Hajar Dewantara pernah menyatakan bahwa “Orang yang tidak pernah sekalipun bisa mencari makan dengan jualan kacang, sayuran, dan bisa hidup dengan hasil kerjanya. Tetapi, anak yang sekolah di anggap sebagai anak pandai malah tidak bisa mencari makan sendiri, bahkan semakin tinggi jenjang sekolahnya, jadi semakin tidak bisa mencari makantidak bisa jualan kacang, bekerja kasar. Dengan membawa ijasahnya yang bagus, berkeliling memasuki kantor-kantor mencari pekerjaan dan jadilah penganggur apabila tidak bisa mendapatkan pekerjaanya di kantor". Nyatanya pernyataan tersebut masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, yaitu pendidikan di tujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar dan industri. Akan tetapi, kalau kita meminjam kaca mata pembebasan paulo friere. Pendidikan ini harusnya mampu membebaskan manusia dari perilaku-perilaku yang membelenggu dan menginjak-nginjak manusia (dehumanisasi).

Pada akhirnya kita sepakat bahwa puncak dari pendidikan adalah kemanusiaan, dan alasan sederhana ini mungkin cukup untuk mengatakan bahwa siapapun dari agama, ras, golongan dan suku apapun berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Termasuk anak-anak miskin dan anak-anak di pelosok negeri yang sudah semestinya di perhatikan tidak hanya sumber daya alamnya saja yang di eksploitasi atas dalih pembangunan negeri.

Selamat hari pendidikan nasional...
Penulis: JARKOMINFO

Tidak ada komentar:

PMII KOTA SALATIGA, KOMISARIAT DJOKO TINGKIR, RAYON MATORI ABDUL DJALIL (MAD) GELAR DOA BERSAMA BAGI KORBAN LAKA DI EXIT TOL BAWEN

Ahad (24/09/2023) pukul 13.00 Rayon Matori Abdul Djalil (MAD) menggelar doa bersama atas musibah yang menimpa korban pada Laka Exit Tol Bawe...